JAKARTA,Plus62.co — Isu keberadaan sebuah bandara di Morowali yang disangkutpautkan dengan Presiden ke-7 RI Joko Widodo kembali mencuat di ruang publik. Bandara tersebut disebut-sebut diresmikan pada masa pemerintahan Jokowi.
Menanggapi hal itu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyesalkan adanya pihak-pihak yang dinilai sengaja memutarbalikkan fakta.
Wakil Ketua Umum DPP PSI Andy Budiman menegaskan, terdapat dua bandara di wilayah Morowali. Bandara yang diresmikan oleh Jokowi adalah bandara milik negara dan hingga kini beroperasi secara normal tanpa masalah.
“Pak Jokowi tidak pernah meresmikan bandara milik PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP),” kata Andy, Kamis (27/11/2025).
Ia menjelaskan, bandara yang diresmikan Jokowi adalah Bandara Morowali atau Bandara Bungku. Adapun bandara yang belakangan menjadi sorotan merupakan bandara milik swasta.
“Memang ada dua bandara di sana; satu milik negara, satu milik swasta. Pihak-pihak tertentu sengaja memanipulasi fakta,” ujar Andy.
Andy juga menegaskan tidak ada kaitan sama sekali antara Jokowi dengan bandara swasta yang kini ramai diperbincangkan.
“Yang sedang ramai dibahas, termasuk oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsuddin, adalah bandara milik swasta dan bandara itu tidak ada kaitan sama sekali dengan Pak Jokowi,” lanjutnya.
PSI pun mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menerima informasi yang beredar.
“Dari banjir informasi yang kita terima setiap hari, selalu ada hoaks atau fitnah yang terselip. Jangan mudah termakan. Mengecek ulang selalu perlu dilakukan,” kata Andy.
Isu ini mencuat setelah Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsuddin bersama tim meninjau Latihan Terintegrasi 2025 yang melibatkan Tentara Nasional Indonesia dan instansi terkait di Morowali, Sulawesi Tengah, pada Kamis (20/11/2025).
“Intercept dalam latihan ini dilakukan oleh prajurit-prajurit TNI terhadap bandara yang tidak memiliki perangkat negara yang bertugas di dalam bandara tersebut,” ujar Sjafrie, dikutip dari Kompas TV.
Kendati demikian, Sjafrie tidak merinci perangkat negara apa saja yang disebut tidak terdapat di bandara tersebut. Ia menyebut keberadaan bandara tanpa perangkat negara sebagai sebuah anomali.
“Ini merupakan hal yang anomali di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita harus menegakkan regulasi, tetapi masih terdapat celah-celah yang menjadi kerawanan terhadap kedaulatan ekonomi dan bahkan dapat berpengaruh pada stabilitas nasional,” kata Sjafrie di Morowali, Sulawesi Tengah.
Sjafrie menegaskan, kondisi itu menjadi dasar perlunya TNI menggelar simulasi latihan pencegatan (intercept) terhadap pesawat yang diduga memiliki indikasi kegiatan ilegal.
“Ini menjadi bagian dari evaluasi untuk melakukan penertiban dan pengamanan, termasuk deregulasi terhadap ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan, tetapi belum sepenuhnya dapat dikendalikan,” ujarnya.
(Rdw)
/






