JAKARTA,plus62.co – Ketua Umum Rumah Berdaya Pengemudi Indonesia (RBPI), Ika Rostianti, secara resmi memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai pelapor dalam dugaan tindak pidana penyalahgunaan konten digital di Direktorat Kriminal Khusus Siber (Ditkrimsus Siber) Polda Metro Jaya, Senin (20/10/2025).
Dalam kesempatan itu, Ika hadir didampingi oleh tim kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sarbumusi. Laporan tersebut dilayangkan terhadap akun media sosial bernama Aden Kusuma Wijaya, yang diduga telah memotong dan mengedit video pernyataan resmi Ika Rostianti tanpa izin.
Pemotongan dan pengeditan video itu disebut telah mengubah konteks serta substansi ucapan asli, sehingga berpotensi menimbulkan kesalahpahaman publik dan kekisruhan di internal organisasi RBPI.
“Tindakan yang dilakukan tidak dapat dibenarkan. Pemotongan dan manipulasi video ini bukan hanya merugikan saya secara pribadi, tetapi juga berpotensi memicu konflik di internal anggota RBPI dan komunitas pengemudi secara luas,” ujar Ika Rostianti usai menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kuasa hukum dari LBH Sarbumusi, Rosdiono Saka, S.E., S.H., M.H., yang turut mendampingi, menjelaskan bahwa laporan tersebut dilandasi oleh dugaan pelanggaran terhadap Pasal 32 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tentang pemalsuan dan penghilangan informasi elektronik, serta Pasal 23 UU ITE yang mengatur tentang gugatan atas kerugian bagi pihak lain.
Selain Rosdiono, tim hukum yang mendampingi Ika Rostianti juga terdiri atas Juhdi Permana, S.H. dan Supriatna, S.H., M.H.
Ika menegaskan, langkah hukum yang ditempuhnya bukan untuk membatasi kebebasan berekspresi di media sosial, melainkan sebagai upaya edukatif agar masyarakat lebih bijak dalam bermedia digital.
“Kami menghormati kebebasan berpendapat di media sosial. Namun, kebebasan itu bukanlah legitimasi untuk memotong atau memanipulasi konten hingga menyesatkan publik. Kami ingin menegaskan bahwa literasi digital dan tanggung jawab hukum harus berjalan beriringan,” paparnya.
RBPI berharap kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat luas, terutama pengguna media sosial, agar lebih berhati-hati dalam mengunggah dan menyebarkan konten. Penyebaran informasi yang tidak valid, selain berimplikasi hukum, juga dapat merusak kepercayaan dan harmoni sosial di komunitas digital. ***
(Rdw)