Jakarta,plus62.co – Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) telah menyita uang senilai Rp 11,8 triliun terkait perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).
Dalam konferensi pers yang digelar Kejagung, sebanyak Rp 2 triliun dari total uang sitaan dipamerkan secara simbolis. Uang tersebut ditata rapi mengelilingi meja konferensi dalam pecahan Rp 100 ribu, dibungkus plastik masing-masing senilai Rp 1 miliar.
“Bahwa untuk kesekian kalinya, kami melakukan rilis press conference terkait penyitaan uang dalam jumlah yang sangat besar. Dan, barangkali hari ini merupakan prescon penyitaan uang terbesar dalam sejarah,” ujar Harli Siregar, dalam jumpa pers, Selasa (17/6/2025).
Harli menjelaskan, uang yang ditampilkan dalam konferensi pers tersebut merupakan bagian dari hasil penyitaan yang akan dikembalikan ke negara sebagai bentuk pemulihan kerugian akibat tindakan korupsi yang masih berproses di pengadilan.
“Yang patut kita garis bawahi bahwa ini merupakan upaya Jaksa Agung melalui Jampidsus. Uang di hadapan kita ini adalah bentuk pengembalian kerugian negara dalam tahap penuntutan,” jelasnya.
Karena perkara belum berkekuatan hukum tetap (inkracht), Kejagung masih melakukan penyitaan atas uang yang telah dikembalikan oleh korporasi terkait.
“Oleh karena itu, lantaran perkara ini belum berkekuatan hukum tetap, kami melakukan penyitaan terhadap uang yang dikembalikan ini,” tegas Harli.
Diketahui, kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO ini sempat diputus bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat terhadap tiga korporasi besar: Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group.
Namun, Kejagung telah mengajukan banding atas putusan tersebut. Dalam tuntutannya, Wilmar Group diminta untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 11,8 triliun. Hingga kini, perkara masih bergulir dan belum inkracht.
“Pada kesempatan ini, kami memaknai bahwa ini adalah bentuk kesadaran yang diberikan oleh pihak korporasi dalam bentuk kerja sama karena ada kesadaran untuk mengembalikan keuangan negara. Tentu, kami menghormati dan menghargai sikap korporasi dimaksud,” pungkasnya.***
(Rdw)