JAKARTA,Plus62.co – Rumah Berdaya Pengemudi Indonesia (RBPI) menyoroti kondisi kerja ekstrem yang dihadapi oleh para sopir logistik di Indonesia, yang bahkan mendorong sebagian besar dari mereka untuk menggunakan narkoba sebagai “doping” agar bisa bertahan di belakang kemudi.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Ketua Umum RBPI, Ika Rostianti, dalam audiensi bersama pimpinan DPR RI dan Menteri Perhubungan di Kompleks Parlemen, Senayan, hari ini.
Ika Rostianti menjelaskan bahwa jam kerja para sopir saat ini dinilai tidak manusiawi.
Ia menyebutkan, pengemudi diwajibkan menempuh perjalanan jauh seperti Jakarta-Surabaya dalam waktu hanya 14 jam tanpa jeda istirahat yang memadai dan tanpa didampingi kenek.
“Hampir sebagian sopir logistik itu memakai doping, memakai narkoba. Sekarang tidak masuk akal soalnya Jakarta-Surabaya bisa 14 jam,” tegas Ika di hadapan para pemangku kepentingan.
Risiko Kecelakaan dan Ketiadaan Perlindungan Sosial
Kondisi kerja yang berlebihan ini, menurut Ika, berimbas langsung pada peningkatan risiko kecelakaan. RBPI mencatat, dalam sepekan, rata-rata terjadi 7 hingga 8 kasus kecelakaan yang melibatkan pengemudi logistik.
“Itu juga skill-nya sopir, kompetensi dan jam istirahat tidak diperhatikan sungguh-sungguh oleh perusahaan logistik,” jelasnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain minimnya perhatian terhadap kompetensi dan jam kerja, Ika Rostianti juga menyoroti ketiadaan perlindungan sosial bagi para sopir.
Sebagian besar sopir logistik yang bekerja di sektor informal ini tidak mendapat jaminan sosial maupun perlindungan dari perusahaan.
Ironisnya, jika terjadi kecelakaan, seluruh tanggung jawab dan beban finansial dialihkan kepada sopir.
“Kalau terus terjadi kecelakaan itu yang bertanggung jawab adalah sopir. Berapapun besarannya harus potong gaji, harus potong upah,” tutup Ika.
(Rdw)