JAKARTA,plus62.co – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melalui Badan Legislasi (Baleg) terus membuka ruang partisipasi publik dalam proses penyusunan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Langkah ini dilakukan untuk memastikan setiap aspirasi, pengalaman, dan masukan dari para pekerja dapat didengar serta menjadi bahan pertimbangan dalam penyempurnaan regulasi.
Salah satu masukan datang dari Rumah Berdaya Pengemudi Indonesia (RBPI). Dalam forum partisipasi publik tersebut, Anggota RBPI, Derajat (65), membagikan pengalamannya terkait kondisi kerja sopir pribadi yang menurutnya sering tidak mendapatkan penghargaan yang layak.
“Biasanya itu kerja sopir pribadi kalau sudah malam terasa sangat berat, berbeda dengan sopir kantor. Sering kali kalau bos berbaik hati ada upah tambahan, tapi kalau tidak ya hanya ucapan terima kasih saja,” ungkapnya saat rapat digedung DPR Jakarta Senin(22/9/2025).
Lebih lanjut, ia menceritakan bahwa pekerjaannya sebagai sopir pribadi tidak terbatas hanya mengantar majikan utama, tetapi juga keluarga besar dan kerabatnya.
“Sopir pribadi itu enggak bisa seperti keluarga besar dia (Bos). Enggak bisa lihat sopir nganggur, kalau habis nganterin bos, nanti harus nganterin anaknya, saudaranya, atau siapa pun. Pokoknya sifatnya itu all out, enggak mau rugi,” jelasnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Di usianya yang sudah tidak muda, Sudrajat juga membagikan tips menjaga kondisi tubuh, khususnya untuk melawan rasa kantuk akibat kelelahan.
“Pakai terapi shiatsu, insya Allah mata bisa terang, enggak harus pakai kacamata, ngantuk hilang,” tambahnya.
Masukan-masukan seperti yang disampaikan Sudrajat menjadi catatan penting bagi DPR RI dalam merumuskan regulasi yang lebih adil, inklusif, dan berpihak pada pekerja rumah tangga, termasuk sopir pribadi yang sering luput dari perhatian.
(Rdw)